Bagaimana Cara Mengendalikan Emosi di Kecil?Yuk Ikuti Tips Berikut Ini!

Dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya anak-anak pasti akan mengalami berbagai situasi dan pengalaman yang baru. Pengalaman tersebut tentu akan berpengaruh terhadap perkembangan emosi yang mereka miliki. Anak tidak akan tahu bagaimana cara merespon sebuah hal dengan benar jika orang tua tidak pernah mengajarkan atau memberikan latihan.

Sebelum membahas tentang peralatan apa saja yang harus dipersiapkan untuk mengendalikan emosi si kecil, mari kita simak penjelasan berikut ini :

Menurut Morgan, King & Robinson (Desmita, 2017) Emosi di definisikan sebagai “A subjective feeling state, often  accompanied by facial and bodily expression, and having arousing and motivating properties” jadi emosi dapat dikatakan sebagai perasaan atau afeksi yang dapat melibatkan kombinasi antara gejolak fisiologis (denyut jantung yang terasa begitu cepat) serta perilaku yang tampak (seperti senyuman atau ringisan). Dalam arti yang lain emosi juga dapat diartikan sebagai perasaan yang timbul dalam diri seseorang sebagai respon terhadap situasi atau stimulus tertentu. Perasaan ini bisa mempengaruhi pikiran, persepsi dan perilaku seseorang. Emosi dapat dibagi menjadi beberapa jenis. Ada yang emosi positif dan juga emosi negatif. Emosi Positif dapat mencakup antusiasme, kegembiraan, dan cinta. Sedangkan emosi negatif  mencakup kecemasan, kemarahan, rasa bersalah, dan kesedihan.

Banyak ahli yang mempercayai bahwa kemampuan untuk bereaksi secara emosional sudah ada sejak bayi yang baru dilahirkan seperti menangis, tersenyum, dan juga frustasi. Oleh karena itu kemampuan untuk meregulasi emosi harus di bangun dan dilatih sejak dini, karena semakin bertambahnya usia si kecil maka kemampuan emosinya pun akan semakin bertambah, dan tugas kita sebagai orang tua harus mampu bagaimana cara merespon emosi tersebut dengan baik, karena setiap anak tentu memiliki tahapan perkembangan emosi yang berbeda-beda.

Berikut ini merupakan tahapan perkembangan emosi yang dicetuskan oleh Eric Erickon dalam (Santrock, 2007) :

  1. Kepercayaan vs Ketidakpercayaan, (Terjadi pada rentang usia 0-1 tahun).Dimana pada tahap ini anak harus diajarkan bagaimana cara menumbuhkan kepercayaan pada orang lain, termasuk orang tua sendiri. Apabila anak gagal pada tahap ini maka kemungkinan ia akan menjadi pribadi yang mudah takut dan rewel.
  2. Otonomi vs Malu dan Ragu-ragu, (Terjadi pada rentang usia 1-3 tahun).Pada tahap ini anak sudah mulai belajar tentang kemandirian, seperti halnya dengan makan dan minum sendiri.Jjika anak tidak berhasil pada tahap ini karena selalu di tegur ataupun berkata dengan nada kasar, maka kemungkinan ia akan tumbuh menjadi pribadi yang pemalu dan ragu-ragu dalam mengambil atau melaksanakan keputusannya.
  3. Inisiatif vs Rasa bersalah, (Terjadi pada rentang usia 3-6 tahun). Pada tahap ini anak mulai memiliki gagasan atau inisiatif berupa ide-ide sederhana, jika anak mengalami kegagalan pada tahap ini maka ia akan terus merasa bersalah dan tidak mampu menampilkan dirinya sendiri.

Lalu apa yang harus di lakukan jika anak-anak menunjukkan emosinya? Sebagai orang tua tentu harus memiliki cara untuk menghadapi hal tersebut. Berikut kami rangkum sedikit tips peralatan yang dapat digunakan untuk mengatasi si kecil saat menunjukkan emosinya:

  1. Mengakui perasaan dengan kata-kata. 

Kita tidak akan dapat bersikap baik saat perasaan kita kurang baik. Begitu juga dengan anak-anak. Mereka tidak akan bisa bersikap baik jika perasaannya kurang baik. Saat si kecil mengatakan sesuatu yang negativ, hal yang perlu ayah bunda lakukan adalah cukup menguatkan hati dan menahan diri untuk tidak membalas ucapannya. Berilah sedikit waktu agar anak mengeskpresikan emosinya. Setelah itu cobalah memikirkan kira-kira emosi apa yang sedang dirasakannya, terakhir coba sebutkan emosi itu lalu masukkan kedalam kalimat.

Contoh sederhananya ketika ada seorang anak yang mengatakan bahwa “mainan puzzle ini terlalu sulit” lalu si kecil membuang mainan tersebut dan menangis kemudian Ibu menjawab “tidak, ini tidak sulit ini sangat mudah, sini mama bantu. Lihat ini potongan untuk bagian sudutnya”.kira-kira apa yang akan terjadi? kemungkinan si kecil pasti merasa kesal. Lantas apa yang harusnya kita katakana? Kita dapat mencoba mengakui perasaan si kecil dengan menggunakan kata “Ah puzzle ini memang sulit, bisa membuat kita pusing! Potongan-potongan kecil ini bisa bikin stress, sini mari kita kerjakan bersama” maka dengan mendengar jawaban tersebut anak akan cenderung lebih terlihat tenang karena merasa diakui perasaannya oleh orang tuanya. 

  • Mengakui Perasaan dengan Tulisan

Ketika kita berbelanja ataupun pergi ke suatu tempat, besar kemungkinan anak-anak akan meminta kepada orang tua untuk membeli sesuatu. Melihat perasaan dan keinginan anak-anak secara tertulis tentu akan memiliki dampak yang lebih besar, termasuk bagi anak-anak prasekolah. Ayah bunda bisa mencoba cara ini dengan membawa peralatan seperti pensil dan kertas saat berpergian/berbelanja.

Contoh sederhananya ketika anak menginginkan sesuatu saat orang tua belanja, kemudian orang tua tidak menuruti maka kemungkinan besar anak tersebut akan menangis, untuk mengatasi agar sikecil tidak tantrum saat berada ditempat umum, ayah bunda bisa mencoba dengan mengajak untuk membuat daftar keginginannya. Hal ini akan membantu anak merasa puas. Karena dengan mengakui perasaan anak akan menolong mereka untuk menerima bahwa mereka tidak selalu bisa mendapatkan apa yang diinginkan.  

  • Mengakui Perasaan dengan Seni

Ketika kata-kata dan tulisan tidak cukup untuk mengutarakan  perasaan yang kuat. Maka ayah bunda yang memiliki kreativitas dapat mencoba dengan cara seni. Contoh sederhananya ada sebuah cerita ketika seorang ayah telah berjanji pada anaknya, bahwa dalam perjalanan pulang mereka akan berhenti di sebuah taman bermain. Namun disepanjang perjalanan si kecil tertidur dan Ayahnya sengaja tidak membangunkannya. Ia berharap anaknya tidur sampai pagi. Namun saat sudah sampai dirumahnya anak tersebut bangun dan ia sadar kalau tidak jadi mampir di taman bermain tersebut, akhirnya si anak menangis histeris dan teriak-teriak. Ibu dan ayah bohong! Ayahnya pun berusaha untuk menenangkan dengan mencoba menjelaskan kepadanya bahwa tadi ia tertidur akan tetapi hal tersebut justru membuatnya semakin marah dan jengkel. Lantas dengan cara apa kita bisa menenangkan?  Ayah bunda bisa mencoba dengan berkata “kamu benar-benar ingin pergi ke taman bermain ya? Jadi meski kamu tertidur kamu tetap ingin main disana? Kamu mau ayah dan ibu  membangunkanmu? Si anak tersebut kemudian menjawab iya

Akhirnya ayahnya pun berinisiatif untuk mengambil kertas dan pensil lalu mulai menggambar “mainan apa sih yang paling kamu suka ditaman itu?” ayunan kata si anak tersebut. Kemudian ayahnya menggambarkannya. Bagaimana kalau kita tambahkan jembatan diatasnya? Akhirnya si anak tersebut mengangguk merasa senang dan menempel gambar tersebut diatas tempat tidurnya.

  • Memberikan fantasi yang tidak dapat diberikan secara realistis

Banyak anak-anak yang ketika meminta atau menginginkan sesuatu tidak diturutin oleh orang tuanya. Langkah pertama yang biasanya dilakukan oleh orang tua adalah dengan memberikan alasan mengapa ia tidak dapat, atau tidak boleh. Anak-anak tidak bisa memahami alasan yang diberikan karena biasanya dengan kita menjelaskan maka akan semakin berteriak dan menutup telinga. Hindarilah menanyakan sesuatu disaat anak merasa jengkel. Ayah bunda bisa mengakui dengan menjawab “wahh enak ya es cream itu! Coba aja kalau misalkan mobil kita dipenuhi dengan es krim pasti kita bisa minum dengan puas. Apa mungkin ya setiap hari kita akan sarapan es krim? Akankan gigi kita baik-baik saja jika terus-terusan makan es krim? Cobalah ayah bunda bisa memberikan dorongan ke anak-anak untuk ikut bercerita.

  • Mengakui perasaan dengan perhatian yang hampir tanpa suara

Peralatan yang terakhir ini terlihat sangat kecil, tidak menarik namum memiliki kekuatan yang cukup besar, yaitu perhatian yang hampir tanpa memiliki suara. Ayah bunda bisa mencoba dengan cara terus mendengarkan apa yang sebenarnya dirasakan oleh anak, kemudian cukup berempati dengan suara “ wow, ehmm, oh atau wah. Sering kali ketika menggunakan kata ini anak sudah merasa cukup dan kita dapat menolong anak menemukan jalan untuk memasuki perasaan mereka.

Daftar Rujukan

Desmita. (2017). Psikologi Perkembangan. Pt Remaja Rosdakarya.

Faber, J & King, J.2020. Seni Berbicara pada Anak How to Talk So Little Kids Will Listen. Bhuana Ilmu Populer.

Santrock, W.J.(2012). Life-Span Development. Erlangga.